LITERASI LINGUISTIK FORENSIK: UPAYA REDUKSI HATE SPEECH DI MEDSOS BAGI SANTRI PONDOK PESANTREN DI LOMBOK, NTB
Abstract
Ujaran kebencian (hate speech) menjadi ruang dialektika yang yang terus menimbulkan pro dan kontra. Satu sisi ini sama saja dengan mengkebiri hak berbicara dan menyampaikan pendapat di ruang publik sebagaimana yang dijamin Undang-Undang, namun di sisi lain dampak dari ujaran kebencian yang tidak terkontrol menjadi problem serius yang menimbulkan gesekan di akar rumput hingga kelas atas. Tujuan artikel ini untuk memberikan literasi forensik untuk mereduksi ujaran kebencian di media sosial bagi para santri di Pondok Pesantren di Lombok. Tulisan ini adalah kajian literatur yang berangkat dari fenomena ujaran kebencian yang dilakukan oleh orang Lombok di portal kabar harian daring. Fenomana tersebut menjadi pijakan dalam memberikan analisa faktor apa yang memantik para petutur tersebut dijerat hukum UU ITE dan KUHP dari sisi analisa forensik. Setelah itu dijabarkan langkah antisipasi agar para santri terhindar dari jeratan hukum saat bermain, menulis, berbicara di media sosial dengan empat tahap yaitu, 1). Memperkaya diksi, 2). Memahami konteks tutur, 3). Menentukan motivasi dan 4). Mengontrol emosi saat menulis, atau berbicara di ruang publik virtual.
Hate speech becomes a dialectical space that continues to give rise to pros and cons. On the one hand, this is tantamount to emasculating the right to speak and express opinions in public spaces as guaranteed by law, but on the other hand, the impact of uncontrolled hate speech becomes a serious problem that causes friction from the grass roots to the upper classes. The aim of this article is to provide forensic literacy to reduce hate speech on social media for students at Islamic boarding schools in Lombok. This article is a literature study that starts from the phenomenon of hate speech carried out by Lombok people on online daily news portals. This phenomenon becomes a basis for providing an analysis of the factors that trigger these speakers to be charged under the ITE Law and the Criminal Code from a forensic analysis perspective. After that, anticipatory steps are outlined so that students avoid legal entanglements when playing, writing and speaking on social media in four stages, namely, 1). Enriching diction, 2). Understanding the context of speech, 3). Determining motivation and 4). Control emotions when writing, or speaking in virtual public spaces.
Keywords
Full Text:
PDFDOI: http://dx.doi.org/10.30659/jpbi.12.1.59-66
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2024 Jurnal Pendidikan Bahasa Indonesia
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.
Jurnal Pendidikan Bahasa Indonesia is published by Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP Universitas Islam Sultan Agung, Indonesia in collaboration with Perkumpulan Pengelola Jurnal Bahasa dan Sastra Indonesia serta Pengajarannya (PPJB-SIP).